Monday, August 9, 2010

gara-gara isu harga daging ayam rp 40,000/ekor

"sekalian ambil banyak aja ayamnya, mbak," kata mbak-mbak penjual ayam langgananku. mulutnya mengkerut sembari mengayun-ayunkan goloknya. enggak mbak, di rumah saya cuma ada 4 orang. 1 ekor ayam cukuplah, jawabku. lhooo...kita ini mau demo lho. 5 hari. hari ini hari terakhir daging ayam harganya segini, dengan logat jawa tengah yang kental dia mencoba merayuku. mogok dagang, sambungnya lagi.

wah, keren nih tukang ayam berdemo. demo apa, mbak?
pengusaha-pengusaha besar itu memborong ayam. kita tidak kebagian. kalaupun kebagian jumlahnya cuma sedikit, harganyapun selangit. 40,000 ribu seekor. dia menjawab berapi-api.

wow! aku jadi tergoda mengusik pedagang ayam ini.
pengusaha besar itu siapa, mbak? tanyaku. itu lho karfur, jayen, hipermart. jarinya menunjuk-nunjuk ke beberapa arah. pasar tradisional tempatku biasa berbelanja ini memang terhimpit 3 pasar modern. sama seperti pasar tradisional lain, pasar kemiri muka ini becek. beberapa pedagang, termasuk pedagang ayam ini kerap berbuat curang. curang timbangan atau curang mengurangi potongan daging atau ikan. beberapa pedagang sayur yang notabene pemuda tanggung asal bogor, sering sekali melemparkan komentar nakal. misalnya, mami sudah lama tidak kesini, tambah cantik ajah. atau, kalau istri saya secantik teteh tidak akan saya biarkan belanja ke pasar beginian.

tapi buatku pasar tradisional selalu memukau. keriuhan seperti itu cuma ada di pasar tradisional. sayur mayur, daging, dan buah-buahan seperti berlomba mengeluarkan warna mereka. merah semerah-merahnya, hijau sehijau-hijaunya, kuning sekuning-kuningnya. seikat sawi terlihat basah dan sehat, membuat aku ingin menempelkan daun-daunnya ke pipiku dan merasakan segarnya. semua pedagang memperbolehkan kita memeriksa kualitas barang dagangannya. aku boleh mengintip insang ikan, mencium daging, memeriksa setiap buncis yang akan kubeli. pasar tradisional mempertontonkan keceriaannya sendiri.

tapi keceriaan telah rusak karena isu harga yang melonjak secara kurang ajar. mungkin hal seperti ini selalu terjadi.

mungkin dengan berdemo, pemerintah itu tahu persoalan kami pedagang ayam. kalau ayam semahal itu siapa yang mau beli. pelanggan kami pasti lari ke supermarket itu, dengan muka muram ia memasukkan belanjaanku ke dalam plastik.

miris...
pedagang ayam ini. tukang sayur yang di pojok sana. pengemis yang kakinya tertutup lumpur pasar kering. aku. kamu.
kita, anak-anak bangsa ini yang setiap hari bergulat dengan persoalan akibat pengelolaan negara yang salah. buatku kenaikan harga 1000, 2000, atau mungkin 10,000rupiah masih bisa aku tolerir. meski mengelus dada dan mengumpat satu dua kata. tapi tukang ayam itu? atau...atau...atau gelandangan itu? atau orang gila itu? bisakah mereka menanggungnya. dia...dia...mereka yang seharusnya melindungi orang-orang yang paling lemah di negara ini, apakah menjalankan fungsinya?

bapak presiden beberapa hari lalu mengatakan bahwa kenaikan harga adalah hal yang wajar, mengingat permintaan naik. aku tahu itu hukum ekonomi. tapi hanya seorang kapitalis sejati yang tega mengatakan itu. kejam! apalagi kalimat itu diucapkan pada seorang buruh dengan upah tak layak. pada seorang bayi yang menangis kelaparan. pada pedagang ayam yang menyekolahkan anaknya dari keuntungan recehan.

apakah manajemen negara ini manajemen warung? mana ekonomi kerakyatannya? kalau Bung Hatta masih hidup, dia pasti mengkritik keras bapak presiden yang satu ini.

aku merasa tinggal di negara ini seperti berada dalam balon karet berisi minyak. tidak pernah berdiri stabil. selalu terjatuh, tegrelincir, dan sulit bernafas. tangan-tangan tak berdaya panik menggapai kesana kemari, mencari jalan keluar sendiri. kadang-kadang harus menginjak orang lain, agar bisa keluar dari persoalan.

2 comments:

  1. Mbak, problem seperti ini kayanya dah annual event. Bentar lagi akan ada stampede gara2 uang 20 ribu Rupiah, berdesak di bawah terik selama 2-3 jam. Persoalan di negara kita sangat kronis, yah jalani lah semampu kita.

    Remember, "It's a dog eat dog world" (tm)

    PS: Lah, sistem blogspot ini kok laen yah. Ndak bisa anonymos post atau kaya WP gitu mbak. Kok decide pindah ke blogspot?

    ReplyDelete
  2. yup! yang bener memang menjalani semampu kita. membantu orang lain setiap ada kesempatan. dipikirin ribet, bisa-bisa jadi gila.

    [jadi ingat. saya pernah dengar seorang gila mengoceh tentang ekspor impor beras di Indonesia]. mungkin dia berawal seperti saya, jengkel terhadap pengelolaan negara ini. tapi yang pasti, saya tidak ingin berakhir seperti dia.

    kata teman saya lebih praktis di blogspot. tapi setelah pindah ke rumah baru ini, kok ya saya jadi merindukan rumah lama. hahahaha...ya sudahlah...

    ReplyDelete