Tuesday, December 21, 2010

kemenangan ini milik kita

ringan seperti bunga ilalang yang terbang bebas menuju langit.

itulah yang aku rasakan ketika tim Program Dokumenter REFLEKSI disebut sebagai penerima Anugerah Adiwarta Sampoerna 2010 kategori Liputan Dokumenter Televisi Lokal dengan judul liputan dokumenter "Demi Goresan Kapur".

sebenarnya, REFLEKSI mengikut sertakan 2 film dokumenter. film yang satunya berjudul "biarkan kami memilih". keduanya terpilih menjadi finalis.

bangga.

terharu.

sesaat semua tekanan dan ketidakpuasan menguap bersama tepuk tangan meriah.

siapa aku? siapa kami?

aku bergabung dengan Program Dokumenter REFLEKSI terbilang sangat baru. sejak 2008. sampai sekarang aku masih tergagap-gagap mengerjakan setiap project. rasa cemas yang bikin perutku bergejolak sering menghadang setiap kali memulai sebuah riset. lakukan keputusan yang bijak dalam waktu yang singkat, begitu selalu produser kami katakan. ah, masih banyak yang harus aku pelajari, alami, dan rasakan.

tapi ada beberapa hal yang membuatku lega dan percaya diri. ada kameramen dan editor yang selalu punya ide-ide cemerlang. begitu kooperatif. senang rasanya aku bisa menerawang isi kepalanya yang seperti gulungan pita film. lega rasanya kita bisa berargumentasi dan terbuka terhadap ide masing-masing. ada produser yang dengan hati lapang dan bijak selalu membesarkan hati setiap kali putus asa meradang. seperti seorang kakak yang selalu menghargai ide yang paling gila sekalipun. ada lagi teman-teman yang selalu menceriakan lantai enam dengan candaan mereka. membuat semua tekanan menjadi sesuatu yang lucu yang pantas kita tertawakan.

kemenangan ini adalah buah. buah dari usaha kita untuk belajar tanpa henti. sekian film dokumenter dan fiksi telah ditonton. setumpuk buku telah terbaca. sekian banyak energi telah habis hanya untuk berdebat dan mengutuk keadaan. kita jatuh dan marah. lalu bangkit lagi. lalu hancur lagi. tapi semangat untuk menjadi pemenang, paling tidak atas rasa putus asa ini, selalu ada.

kemenangan ini bukan absolut milik tim REFLEKSI. ada peran narasumber di sana. orang-orang biasa yang melakukan hal-hal luar biasa. mereka membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk kita. mereka merunut sejarah hidupnya untuk kita catat. mereka membagi energi, cita-cita, dan harapan mereka pada kita. mereka mempercayakan semua itu untuk kita bawa ke lantai enam. lalu kita tinggal meramunya menjadi sebuah tayangan yang bernuansa cinta kasih.

ketika sebuah produksi mendapat penghargaan, dinilai sebagai yang terbaik, maka si empunya cerita adalah pemilik penghargaan itu juga.

aku berharap kemenangan ini menjadi sebuah momen yang kita miliki bersama. momen yang membuat kita memiliki sebuah acuan baru dalam memproduksi sebuah tayangan televisi. momen yang akan selalu mengingatkan bahwa kita memiliki kesempatan yang sama. kecewa, bosan, dan putus asa adalah hal yang biasa dan wajar. tapi kita tidak pernah sendiri kan? we're on a team! kita punya teman-teman yang tangan mereka menggenggam erat hati kita, yang bersama mereka kita bisa menjadi yang terbaik.

Monday, December 6, 2010

lebih dari sekedar membicarakan orang lain

gosip.

aku mungkin orang yang tidak terlalu memberi perhatian pada kegiatan ini. mungkin ada orang yang melakukannya pada aku. dan aku mungkin melakukannya sesekali. bagi banyak orang, bergosip seringkali dianggap hanya kegiatan yang wajar-wajar saja. membicarakan orang-orang yang kita kenal.

tapi aku baru saja menyadari bahwa gosip bisa menjadi sangat berbahaya dan menimbulkan rasa tidak nyaman. meski kegiatan bergosip itu pada awalnya dilakukan dengan maksud baik, lalu diikuti dengan aksi dengan tujuan yang baik juga. namun, tetap saja tidak nyaman buat si objek gosip.

semuanya berawal dari pesta ulang tahun dadakan yang dilakukan keluarga Bunga (bukan nama sebenarnya) untuk Rara. keesokan harinya Bunga meminta maaf karena ulang tahun Rara digunakan sebagai momen untuk menghibur eyang kakung Rara. Bunga juga mengirimkan foto-foto.

Bunga dan anggota keluarga yang lain merasa perlu mengadakan pesta ulang tahun itu agar eyang kakung Rara yang sedang bergulat dengan kanker senang dan bersemangat kembali. Bunga dan keluarganya melihat eyang kakung Rara berjuang sendiri dengan penyakitnya. sementara istrinya-eyang putri kerap mengeluarkan kalimat-kalimat yang mematahkan semangat. eyang kakung mengeluhkan eyang putri yang tidak pernah mengerti bagaimana memasak makanan yang cocok dengan seleranya. kurang garam. terlalu matang. terlalu asin. eyang kakung beralasan makanan yang tidak sesuai dengan seleranyalah yang membuat dia malas makan. sekarang dia sangat kurus dan penuh kesedihan.

intinya menurut bunga dan keluarganya, eyang putri rara tidak perhatian dan kurang sabar merawat eyang kakung yang sekarat.

aku merasa geli. geli luar biasa.

pertama, aku jadi tahu bahwa bunga dan keluarganya kerap membicarakan keluarga kami.

kedua, eyang kakung dan eyang putri hanyalah salah satu subjek. subjek lainnya bisa jadi aku, suamiku, anakku, mungkin orangtuaku juga. who knows?

ketiga, setelah bergosip mereka bereaksi. menurutku, aksinya baik. sangat baik malah. tapi alasannya salah. sangat salah.

orang mungkin berpikir, untuk apa sih aku meributkan latar belakangnya? kenapa tidak melihat output-nya saja? aku sudah mengucapkan terimakasih pada Bunga. tapi alasan mereka membuat aku tidak nyaman.

untuk menghentikan gosip mereka agar tidak melebar kemana-mana, aku menjelaskan kepada bunga situasi yang sebenarnya. sebenarnya aku tidak terlalu sepakat dengan kegiatan "penjelasan" ini, tapi aku berharap mereka mengubah pandangan mereka mengenai keluarga kami. terutama mengenai hubungan eyang kakung dan eyang putri.

aku kemudian menjaga jarak dengan keluarga Bunga. oleh eyang kakung dan eyang putri Rara, keluarga mereka dianggap seperti keluarga sendiri. tapi kenyataannya tidak seperti itu. keluarga Bunga seperti penusuk dari belakang, stabber. dari sini aku belajar untuk berhati-hati dengan omonganku mengenai orang lain. agar orang lain tidak terluka karena omonganku.

dan menjadi sadar pula aku, betapa kegiatan gosip ini membuat orang lain cemas dan tidak nyaman. kegiatan yang tadinya hanya membicarakan orang-orang yang kita kenal bisa berubah menjadi penghakiman dan penilaian yang tidak adil.

Monday, September 27, 2010

pelajaran dari opung panjang

delapan bulan lagi...

itu kata dokter tentang berapa lama lagi usia bapak mertuaku.

tiga kali kemoterapi lagi...

itu kata paranormal yang didatangi adik iparku di sebuah kawasan di bantul, yogyakarta.

hari ini, lusa, tahun depan, besok. apa bedanya?

kematian adalah teman terdekat manusia. siapa diantara kita yang bisa mengelak darinya. hari ini mungkin dia, besok pasti mereka, 5 menit lagi mungkin saya.

***

mei 2005, opung panjangku meninggal dunia. kepergiannya membuat kami satu keluarga besar merunut kembali rentang hidupnya selama 82 tahun. juga kematiannya yang begitu sempurna dan memberikan pelajaran tentang kematian.

opung panjang selalu menulis catatan harian. diary. sejak kapan, bapakku sendiri tidak pernah tahu. sepertinya sejak beliau pensiun. opung panjang bekerja sebagai mandor perkebunan. dari jaman belanda hingga beberapa tahun sebelum kematiannya, ia bekerja dari perkebunan ke perkebunan. paling lama di perkebunan karet. jadi, beliau sebenarnya tidak pernah benar-benar pensiun. secara ketenaga kerjaan dia memang pensiun, tapi pihak perkebunan bolak-balik meminta bantuannya. tempatnyapun berpindah-pindah. seingatku dia pernah bekerja di kisaran, parapat, tebing tinggi, rantu prapat, dan tempat-tempat lain yang namanya hanya sekali aku dengar.

jadilah, catatan-catatan harian opung berceceran di banyak tempat itu. tapi ada satu buku catatan harian yang cukup keramat yang selalu beliau bawa kemana saja. buku catatan harian yang di dalamnya memuat banyak peristiwa di bulan agustus 1980. iya, perjalanan hidup opung panjang memang begitu mengkultuskan hari kelahiran abangku. kelahiran cucu laki-laki pertama dari anak laki-laki pertama. buku catatan harian yang satu ini sekarang disimpan baik-baik oleh bapakku.

opung panjang selalu memulai catatan hariannya dengan doa. bersyukur karena Tuhan menambahkan satu hari dalam hidupnya. pada hari minggu dia akan menyarikan kotbah pendeta. setiap perjalanan ke pekerjaan yang baru juga tercatat di situ. hari ini dia membangun rumah siapa. besok dia membuka lahan dimana. beberapa pernikahan juga dia catat. terutama pernikahan-pernikahan yang kerja adatnya dibantu oleh beliau. yang paling menarik adalah opung panjang juga mencatat kematian. kematian kerabat, teman, tetangga. semua kematian yang dia dengar atau upacaranya beliau hadiri.

pada catatannya opung akan menggambar sebuah salib. di samping salib itu dia akan menulis nama orang yang meninggal, tanggal lahir, dan tanggal kematiannya. sekali waktu aku pernah bertanya padanya: opung, kenapa opung mencatat kematian banyak orang. beliau menjawab, ini untuk mengingatkanku, bahwa suatu saat nanti adalah giliranku.

opung pendek, istri opung panjang, telah lebih dulu meninggal dunia pada tahun 1993. waktu itu opung panjang mungkin berusia 70 tahun. sejak itulah opung panjang semakin sering berbicara tentang kematiannya. setiap kali dikunjungi, kepada cucu-cucu beliau berkata: doakan biar opung cepat mati ya. setiap kali itu juga aku kesal setengah mati.

suatu kali ia tinggal cukup lama di rumah kami di medan. dia berkutat di depan televisi dan memasang lagu-lagu rohani. semuanya berbahasa batak. beliau kemudian memanggilku dan menunjukkan sebuah keping lagu berbahasa batak. judulnya: nunga loja au Tuhan.

Nunga loja au o Tuhan di si ulubalang ari.
Naeng tumibu au pajumpang rap dohot Ho di surgo i
Nunga bot mata ni ari, lam jonok nang ajalhi
Nunga loja au o Tuhan rade ma baen ingananki.

(Aku sudah lelah, ya Tuhan, di hari yang panas terik
Aku ingin cepat bertemu denganMu di sorga
Hari sudah gelap tanda ajalku sudah dekat
Aku sudah lelah ya Tuhan, sediakanlah tempat kediamanku)

Nang pe naung hudai hubolus hamoraon, hagabeon
songon ombun na mamolus sude do tinggal ambolong
Aha na tarboan ahu lobi sian uloshi?
Nunga loja au o Tuhan rade ma baen ingananki.

(Walaupun sudah kualami kulewati kekayaan dan kesuburan
seperti embun yang berlalu semua hilang lenyap
Apakah yang bisa kubawa selain dari ulos-ku?
Aku sudah lelah, ya Tuhan, sediakanlah tempat kediamanku)

Lam rambon simalolongku gok nang uban di ulungku
reung nang holi-holingku gale sude pamatangki.
Ndang be sai huparsinta leleng ari-aringki
Nunga loja au o Tuhan, rade ma baen ingananku.

(Mataku semakin kabur kepalaku penuh uban
Tulang-tulangku kering dan seluruh tubuhku lemah.
Tidak lagi kudamba agar lama hari-hari kehidupanku.
Aku sudah lelah, ya Tuhan, sediakanlah tempat kediamanku)

*dicopy dari blog Pdt Daniel T.A. Harahap

nyanyikanlah lagu ini nanti waktu opung meninggal ya, kata opung panjang. tentu saja aku menolak, ah si opung ini ada-ada saja. aku tidak mau berlatih menyanyi untuk hal yang tidak aku sukai.

opung menghela nafas, katanya: janganlah kau marah setiap kali aku bicara mengenai meninggalku. aku ini sudah tua. opung pendekmupun sudah lama meninggalkan aku. apalagi yang aku inginkan di dunia ini. sudah capek aku. pokoknya kau nyanyikan saja lagu ini nanti.
memangnya kapan opung meninggal, tanyaku menantang.
ya entah kapan, jawabnya.
mungkin aku yang lebih dulu meninggal, kataku.
mungkin. bisa saja. tapi aku tahu aku dulu yang lebih dulu, begitu jawab opung.

kalau aku tidak salah ingat, peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2000-2001. aku tidak pernah mempelajari lagu itu sampai opung meninggal tahun 2005. lagu itu membuat hatiku perih luar biasa. sebuah janji yang tidak pernah aku tepati sekaligus tidak pernah hilang dari ingatanku.

april 2005 opung panjang berulang tahun yang ke-82. waktu itu dia bilang ke anak-anaknya. sepertinya aku hidup hanya dalam 2 minggu atau 12 hari lagi. ternyata, opung meninggal 12 hari kemudian.

kami tidak terkejut. sedih, iya. betapapun dia sudah membicarakan soal kematiannya dari belasan tahun sebelumnya, tetap saja hati ini terasa sakit. opung panjang berbicara tentang kematian sedari dia hidup. melalui percakapan sehari-hari, melalui catatan harian, melalui peluk ciumnya pada cucu-cucunya, melalui sebuah lagu, melalui apa saja.

aku belajar sesuatu dari kematian opung panjang. buat beliau kematian bukanlah hal yang menakutkan. kematian adalah hal yang wajar, sewajar catatan hariannya. kematian adalah hal yang tidak bisa kita hindari, seberapapun banyaknya pekerjaan yang belum terselesaikan. kematian adalah sebuah keberuntungan karena kita berjumpa Tuhan.

***

ada teman yang bilang, wajar opungku siap dengan kematiannya. wong dia berumur 82 tahun. kata orang-orang umur manusia hanya 70 tahun, kalau lewat maka manusia itu mendapat bonus. masalahnya adalah, berapa banyak orang yang memanfaatkan bonus itu? berapa orang merasa siap dengan kematiannya, bahkan di usia 82 tahun sekalipun? berapa orang yang merasa dia terlalu muda untuk menghadap Tuhan di usia 35 tahun? tidak semua orang siap. mungkin aku juga tidak siap. tapi kita manusia, yang pada kita melekat kematian bahkan sejak kita lahir. kita bilang dunia ini fana, semu, lantas apa yang kita harapkan di dunia ini. kita bilang kita orang yang percaya Tuhan, mengapa kita takut dengan kematian sebagai satu-satunya cara kita berada di pangkuan Tuhan.

sewaktu melahirkan, aku pernah meminta kematianku pada Tuhan. ketika itu aku merasa tidak sanggup lagi menanggung sakitnya. tapi Tuhan kasih aku bonus. aku boleh melihat wajah-Nya setiap hari melalui anak yang aku lahirkan. sejak itu aku tidak pernah lagi memintanya. biar Tuhan dan alam yang mengaturnya.



rara minta sepeda lipat

aku seperti mendapat teror dari seorang anak yang bahwa belum lagi berumur tujuh tahun.

begitu dia merasa sangat yakin bahwa dia berulang tahun setiap tanggal 29 november, rong-ronganpun dimulai. kalender diturunkan dari tempatnya. bolak-balik memastikan tanggal keramat itu akan datang dalam berapa hari.

itu hari senin, bu, katanya. aku tujuh tahun.

kamu anak tujuh tahun yang baik, bukan? tanyaku.

iya, jawabnya mantap. aku mau sepeda lipat, bu..

...hadoh...

seperti mantra, dia mengulang-ulang keinginannya setiap kali ada kesempatan. jadilah aku si ibu yang selalu mendelik setiap kali dia mengingatkan keinginannya. untuk apa sih sebuah sepeda lipat? rumah kami sudah terlalu sempit untuk dijejali satu sepeda lagi.




tapi siapa yang tega menghancurkan mimpi seorang anak? apalagi dia anak satu-satunya. anak yang karena dia semua usaha bermula dan didedikasikan. rara sudah menunjukkan usahanya menjadi anak yang baik, bisa diandalkan, dan disiplin. sepeda lipat sepertinya masih pantas sebagai sebuah hadiah.

sabar ya, nak, pasti ibu belikan. kebahagiaanmulah yang akan melapangkan rumah kita.

janji untuk seekor kelinci

suatu pagi rara terbangun. berkas cahaya dari pintu kamar yang setengah terbuka menyilaukan matanya. ia kemudian duduk dan menyipitkan matanya untuk memastikan mahluk apa yang dilihatnya.

seekor kelinci!

ia menatap hewan bertelinga panjang itu. hewan itupun balas menatap rara.

spontan rara bangkit dari tempat tidur dan mengejar kelinci yang berwarna abu-abu itu. sang kelinci melompat keluar rumah melalui terali besi. rara masih berusaha menangkap kelinci itu ketika sang pemilik datang. kelinci itupun dibawa pulang, meninggalkan sepotong hati milik rara yang patah.

sepulang aku kerja, rara langsung bereloteh riang tentang kelinci itu. itu tadi kelinci australia, bu, katanya. kelinci jantan. darimana kamu tahu, tanyaku. iya, karena warnanya abu-abu, jawabnya dengan percaya diri.

aku mau kelinci, bu...


ayahnya ikut-ikutan berkomentar supaya ketika kelinci peliharaannya sudah besar, sebaiknya dijadikan sate saja. mulut mungil buah hatiku mengkerut.

diapun berbisik...aku mau pelihara aja, bu. aku gak mau makan daging kelinci. kemarin albert (anaknya tetangga yang namanya sudah jenuh aku mendengarnya) memlihara kelinci, tapi kelincinya mati. tadinya aku pikir, aku juga takut kalau kelinciku mati, tapi sekarang aku sudah benar-benar siap memelihara seekor kelinci. aku janji, bu, kelincinya tidak akan mati.

owh, buah hatiku...
aku terharu sekali dengan pemahamannya tentang memelihara mahluk hidup lain. aku memang pernah mengatakan padanya, supaya tidak sembarangan mengambil hewan untuk dipelihara. eyangnya pernah memberinya sepasang burung. aku katakan, rara terlalu muda untuk memelihara burung. lagipula burung mahluk bebas dan gampang sekali mati. benar saja, tidak lama kedua burung itu "terbang" ke si empunya hidup. aku marah. rara kemudian aku ingatkan bahwa kalau kita tidak berhati-hati merawat hewan peliharaan bisaberakibat kematian pada hewan itu. kematian, mahluk apapun itu adalah hal yang patut disesalkan.

sejak itulah mungkin rara sangat berhati-hati memutuskan akan memelihara apa. dia sempat beberapa kali minta dibelikan kura-kura. tapi setelah aku jelaskan bahwa kura-kura gampang mati, dia mengurungkan niatnya. dia juga pernah minta seekor anjing. tapi ketika aku katakan bahwa dia semestinya konsentrasi memelihara si jambrong tua, dia keberatan. rara menginginkan seekor anak anjing.

anak-anak selalu berpikir anak anjing akan selamanya menjadi anak anjing. anak anjing suatu saat akan menjadi seekor anjing. bulunya menjadi kaku. tubuhnya juga membesar sehingga tidak bisa lagi digendong-gendong. nafas mereka menjadi bau. kita tidak bisa memelihara mereka 1-2 tahun, begitu bosan langsung kita buang. bagaimana nanti nasib anjing itu. siapa yang akan memberinya makan. memelihara hewan apapun butuh komitmen sampai hewan itu habis umurnya.

sepertinya rara mengerti.

namun, soal kelinci ini sepertinya tidak bisa ditahan lagi.
sepulang sekolah, dia pulang membawa kabar bahwa seekor kelinci australia harganya Rp 140,000/ekor. rara bertanya pada seorang penjual di stasiun bogor. setiap pulang sekolah, dia melirik-lirik apakah kelinci sasarannya masih ada di sana. rara juga sekarang rajin menabung untuk membeli kelinci itu.

aku janji, bu, kelincinya tidak akan mati...

Tuesday, September 7, 2010

Dunia Perempuan 4 - we are women hand in hand

sungguh ibu yang berdiri di hadapanku di kereta ac ekonomi ini menarik perhatianku.

dengan wajah cemas dia meremas terus menerus pegangan besi di kereta jurusan bogor - jakarta kota ini. matanya menerawang menembus keluar jendela. aku tahu dia lebih sibuk dengan pikirannya ketimbang menikmati pemandangan di luar.

memasuki stasiun cawang kereta mulai sepi sehingga diapun bisa duduk di sebelahku.

mau kemana bu, tanyanya.
saya mau ke rumah sakit carolus, nanti saya turun di manggarai, jawabku.
mau periksa, tanyanya dengan kerut cemas masih menggelayut di keningnya.
bukan, saya mau menengok mertua saya.
saya juga mau ke rumah sakit, katanya sambil menyebutkan nama salah satu rumah sakit di kawasan cikini.

ibu pernah pap smear, wajahnya semakin memelas.

*wah, ini dia sumber kecemasannya*

saya sudah pernah pap smear bu, aku menjawab sambil tersenyum. berharap kecemasannya berkurang.
sakit tidak?, tanyanya lagi.

*aku tidak mau berbohong. we are women hand in hand.*

pap smear itu tidak sakit. cuma salah satu alat pemeriksaannya bentuknya cukup membuat gentar. sama seperti alat kesehatan lain, alat itu terbuat dari baja. ketika alat itu mengenai kulit, rasa dinginnya membuat terkejut. setiap calon pasien akan diperiksa dengan alat yang masing-masing, jadi tidak bercampur dengan pasien lain. pemeriksaan dilakukan tidak sampai 5 menit. waktu yang cukup singkat untuk mendapatkan informasi berharga tentang kondisi leher rahim kita.


sakit mana dengan dipasang spiral, tanyanya lagi.

*gubrak*

saya tidak tahu bu, karena saya tidak pakai spiral.
tapi percayalah bu, pap smear itu tidak sakit dan cuma sebentar saja. tapi informasi yang kita dapatkan setelahnya sangat penting untuk kehidupan kita selanjutnya. untuk mengetahui apakah ada infeksi di leher rahim kita. seringkali perempuan sudah terlambat mengetahui bahwa ada infeksi human papilloma virus (HPV) di leher rahimnya. infkesi HPV ini biasanya berkembang menjadi kanker leher rahim atau kanker serviks dengan tanpa gejala.

ayo, perempuan yang sexually active yang belum pernah periksa, sebaiknya melakukan pap smear sedari sekarang. setahun sekali ya...

Monday, September 6, 2010

Dunia Perempuan 3 - tukang koran yang suka underestimate

cerita lain dari acara menunggu Rara di sekolah.

aku : bang, kompas...
tukang koran : wah, habis neng. nova ya...nova ada...
aku : koran, bang. koran...koran yang lain apaan?
tukang koran : buat si eneng nova aja...

jengkel.

gondok.

ini tukang koran ya...dia pikir karena aku perempuan lantas dia merasa tidak perlu menawarkan koran-koran lain yang masih menumpuk di pangkuannya. dia pikir perempuan cuma bisa baca tabloid. dia pikir perempuan tidak butuh berita politik, ekonomi, bahkan kriminal. dia pikir dia bisa mengendalikan apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dibaca oleh perempuan.

Dunia Perempuan 2 - si inge up grade literatur

selama menunggui rara di sekolah, aku selalu menenggelamkan diriku dengan surat kabar atau buku. seorang ibu, orangtua murid menghampiriku. sembari menunggui anaknya dia buka lapak di pintu gerbang sekolah. dia menjual jajanan pasar, majalah, juga makanan instan.

inge : eh, mbak, sampean iso nganter tho hari ini?
aku : ho oh, aku libur mbak.
inge : sampean wis sarapan urung?
aku : urung e, mbak. aku mau makan bubur sebentar lagi.
inge : weee...jangan makan bubur. aku ada bacang. mau ya?
aku : *pagi-pagi nyarap bacang ki piye?* iya, boleh deh mbak...
inge : tiga biji, ya...soale tinggal tiga...
aku : *maksa aku nyarap bacang sampe tiga biji ki piye?* iya, boleh deh mbak...

...pergilah si inge mengambil bacang yang akan menguras isi dompetku. lalu dia kembali lagi...

inge : weee...sampean suka baca tho? moco opo tho mbak?
aku : ronggeng dukuh paruk
inge : mbok aku dipinjemin
aku : mbak inge suka baca juga? sukanya buku apa?
inge : selama ini aku cuma baca novel percintaan Harlequin. aku mulai bosan.
.
..wah, hebat nih si mbak inge. dia mulai sadar bahwa kebutuhan literaturnya sudah harus naik kelas...

aku : oh, kalau gitu kamu besok tak bawakan novel percintaan juga. tapi dengan latar belakang politik. piye?
inge : *senyumnya tiba-tiba menghilang* apa aku bisa ngerti ya?
aku : tenang, mbak. latar belakangnya boleh situasi politik, tapi kisah cintanya akan kamu ingat sampai kapanpun.

akhirnya si mbak inge aku bawakan "9 Oktober 1740" karya Remy Silado. ini baru permulaan. rencanaku selanjutnya akan menjejali dia dengan "Pramoedya". selamat datang di dunia perempuan yang lebih berwarna, mbak inge...

Dunia Perempuan 1 - lebih banyak yang tidak penting

aku sedang duduk menunggu rara sekolah. kegiatan yang sejatinya tidak bisa aku nikmati. tapi aku bisa membunuh rasa jenuhku dengan surat kabar atau buku di tangan. kebanyakan ibu yang menunggui anaknya sekolah menghabiskan waktu mereka dengan ngobrol. selalu saja ada tema. sekelompok ibu terbahak-bahak bersama. lalu tawa itu habis. dalam hitungan ketiga, pasti ada saja yang melontarkan tema baru.

ada lagi yang pergi ke pasar, lalu membawa belanjaan berupa sayur mayur itu ke sekolah. acara menunggu pun dimulai. sambil menyiangi sayur mereka ya mengobrol. tema sekolah, guru, pe er, kepala sekolah merupakan tema-tema favorit. kadang-kadang obrolannya penting, tapi lebih banyak tidak pentingnya. persoalan pritilan karet. misalnya, beberapa ibu mengeluh cara pembayaran uang sekolah dengan ditransfer. cukup merepotkan, karena orangtua tetap saja harus menunjukkan bukti transfer ke sekolah. kerja dua kali, kata mereka sambil melengos.

oalah, bu...kalau dipikir, memang merepotkan. tapi coba dipikir-pikir (mikirnya lebih dari sekali lho ya, bu)...pembayaran uang sekolah dengan mentransfer lebih banyak keuntungannya. pertama, kita tidak perlu menitipkan uang kepada anak. sehingga anak tidak mungkin menggunakan uang sekolah untuk jajan. anak tidak akan kena palak. atau uang itu diambil temannya. anak cukup membawa bukti tranfer. kedua, sekolah tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah banyak untuk disetor ke bank. jadi, tidak ada kemungkinan petugas sekolah dirampok ketika akan menyetor uang ke bank.

aku jelaskan begitu, ibu-ibu itu tetap saja melengos. selama urusan itu merepotkan, ibu-ibu biasanya menganggap cara itu tidak baik dan menjadi bahan keluhan baru.

Saturday, September 4, 2010

bapak pasti sembuh!

bapak mertuaku mendapat vonis kanker paru-paru.

stadium 4.

ingin rasanya tidak percaya. ingin rasanya membantah dokter yang bergelar profesor itu. bapak tidak merokok. tidak pernah bekerja di ruang berdebu. tidak pernah makan sembarangan. jadi apa yang membuat ada sel kanker di paru-paru bapak? stasium 4 pula. kenapa tiba-tiba? selama ini bapak terlihat fit dan kuat. kemana stadium 1, 2 dan, 3?

kenapa? kenapa? kenapa?

kami sangat awam dengan kanker. aku beberapa kali berkunjung ke rumah singgah untuk anak-anak penderita kanker yang akan menjalani terapi di rscm. pada awalanya, aku sangat terpukul. tubuh mereka sangat rapuh menanggung dampak kemoterapi. mereka jadi botak, gosong, bibirnya kering, rentan penyakit. mereka juga terpaksa meninggalkan bangku sekolah. tapi Tuhan tidak mengambil keceriaan dari dunia mereka. Tuhan juga memberikan mereka orangtua yang kuat dan tabah. tapi, kenapa Tuhan membiarkan anak-anak mendapatkan penyakit itu. aku pikir, kalau orang dewasa pasti akan lebih kuat.

ternyata tidak. seperti menghadapi sebuah misteri. rasa gentar, khawatir, dan cemas itu ada. menggelayut tersembunyi dalam senyum dan kata-kata penguatan yang senantiasa kami berikan pada bapak.

bapak sudah mendapatkan sakramen perminyakan. sakramen yang biasanya diberikan untuk orang yang sakit keras atau sedang dalam menghadapi maut. romo yang melayani sakramen itu mengatakan Tuhan punya rencana besar dan baik dalam hidup kita, karena dia yang memiliki hidup kita. Dia yang memberikan hidup dan Dia pula yang mengambilnya. jadi, tugas kita sebagai manusia adalah melakukan yang usaha yang terbaik sampai waktu Tuhan itu datang. usaha. usaha. dan usaha. bapak mertuaku sendiri mengatakan dia siap dengan segala kemungkinan. aku tahu dia sangat terpukul, tapi menyesali keadaan toh tidak akan mengubah apapun.

hari ini, bapak terlihat sangat ceria. dia memamerkan selang oksigennya pada rara. juga selang yang dimasukkan ke paru-parunya untuk mengeluarkan cairan terproduksi secara berlebihan. rara juga sempat berdiri di atas kursi memamerkan seragam SD-nya yang belum pernah dilihat bapak.

senin besok, bapak akan menjalani kemo-nya yang pertama.

bapak harus sembuh! bapak pasti sembuh!

Monday, August 30, 2010

hal yang tidak diinginkan Tuhan

anak-anak memang selalu penuh kejutan.

suatu hari rara menunjukkan kertas ulangan, yang katanya hasil ulangan mata pelajaran sains. nilai 87 dilingkari dan bertinta merah di sudut kanan atas. aku selalu tertarik memeriksa setiap buku, kertas ulangan, dan catatan rara. menurutku, itu salah satu cara aku mengenal dia dan kebutuhannya.

ulangan sains itu terdiri dari 2 soal saja. hal menariknya ada di soal nomor 2. soal itu berbentuk 4 tabel dengan kategori: anggota tubuh, digunakan untuk, diinginkan Tuhan, dan tidak diinginkan Tuhan. jadi anak-anak diminta mencentang (give a 'nike' sign) di tabel 'diinginkan Tuhan' dan 'tidak diinginkan Tuhan' bila anggota tubuh digunakan untuk hal-hal tertentu.


pada anggota tubuh 'mata', ada 3 kegunaan, yaitu: mengintip, menonton televisi, dan membaca buku. rara mengkategorikan 'mengintip' dan 'membaca buku' sebagai 'yang diinginkan Tuhan', sedangkan menonton televisi adalah 'yang tidak diinginkan Tuhan'.

aduh, jadi geli sendiri. bu guru ini membuat soal kok ambigu begitu. aku menarik kesimpulan mungkin rara tidak paham apa yang dimaksud dengan mengintip. aku pikir aku juga memang belum menjelaskan. sehingga dia hanya menebak saja.

kategori menonton televisi juga sama ambigunya. di rumah saya, televisi memang tidak begitu populer. aku kerap bilang, sudah ah rara jangan nonton televisi, kita nonton dvd saja. saya tidak bisa mengontrol tontonan apa yang ada di televisi, tapi saya bisa mengontrol dvd apa saja yang bisa dia tonton.

televisi kami jelek sekali. cuma 14 inchi. bentuknya gendut. mereknya philip. televisi ini tua sekali. ayah rara mendapatkan televisi ini dari bapaknya pada tahun pertamanya kuliah di Yogya. tahun 1999. rara akrab sekali dengan si philip ini. ketika masih bayi, rara melakukan banyak hal di depan televisi ini. mandi. makan. tidur. menumpahkan susu. menggigit ujung meja dengan gigi pertamanya.

ketika dia masuk umur 3 tahun. saya mengharamkan televisi. antenanya seadanya, sehingga gambar yang kami lihat di layar lebih banyak semutnya. dengan gambar yang buruk dan larangan yang bertubi-tubi setiap harinya, jadilah buat rara menonton televisi adalah hal yang tidak diinginkan Tuhan.

bicara jujur dan berkata benar

aku hanya tak mampu bicara jujur padamu
aku hanya tak mampu berkata benar
(Kilav by SLANK)
buat laki-laki berbohong tidak sama dan tidak akan pernah sama dengan "tidak mampu bicara jujur" dan "tak mampu berkata benar". entahlah. sepertinya ada komponen dalam otaknya yang mencerna "kebohongan" sebagai sesuatu yang hina. tapi, "tidak mampu bicara jujur dan benar" akan menjadikannya seorang pahlawan. martir.

dan Rara sebagai seorang anak laki-laki yang suatu saat akan menjadi pria dewasa, sepertinya mewarisi sifat itu dalam gennya.

hari kamis kemarin rara terserang demam sepulang dari sekolah. akhirnya aku memutuskan rara tidak ke sekolah pada hari jumatnya. seharian rara di rumah, tiduran dan nonton film. sabtu pagi, meski badannya tidak hangat lagi, rara aku minta tidak berangkat ke sekolah. tapi aku mengajaknya ke mangga dua untuk berbelanja barang-barang dagangan. seharian di mangga dua, rara tidak terlalu banyak mengeluh. buat rara weekend adalah hari yang paling ditunggu, hari dia menerima hadiah karena telah menjadi anak yang pintar selama seminggu.

kekhusyukanku menonton DVD di minggu paginya terusik dengan teriakan rara begitu ia bangun pagi. dia minta digendong ke kamar mandi dengan alasan kakinya tidak bisa digunakan berjalan.

sebagai ibu yang doyan panik, tentu saja...aku panik. aaarggghhhh!!! dengan kaki ditekuk seperti monyet dia berjalan tertatih-tatih. aku kemudian menekan-nekan jariku ke betisnya. mencari tahu bagian mana yang sakit. banyak bagian yang aku tekan ternyata membuat dia frustasi. menangis. merengek. sekarang giliranku yang frustasi.

"begini, dek, menurut ibu kakimu sakit karena seharian kemarin dibawa jalan sepanjang hari. sementara hari sebelumnya kamu tidak banyak bergerak. hanya berbaring sepanjang hari. ditambah lagi, sandal yang kamu pakai kemarin tidak bagus dibawa jalan. maaf dek, kemarin kamu pakai sandal "crocs kw dua", kataku.

apa itu kw dua bu? itu artinya, kamu pakai sandal palsu, yang kualitasnya tidak sama dengan merek asli.

tapi sandal rara kan terbuat dari karet, bu. kata ayah, barang palsu terbuat dari kertas dan daun-daunan. *halah*

tidak lama, diapun meneruskan rengekannya. dengan bibir yang meleot-leot dia bilang, bagaimana aku bisa sekolah, bu, kalau kakinya sakit begini.

nnnnaaaahhhhh...aku menemukan kata kuncinya. kamu malas ke sekolah 'kan, kataku sambil mendelik. hayo ngaku...

ah! ah! ah! si gen yang "tidak mampu berkata benar dan jujur" ini ternyata bekerja sangat cepat. sangat kreatif bahkan!


bukan, bu, kalau kaki rara sakit kan rara tidak bisa jalan dari stasiun ke sekolah, jawabnya.

kamu benar-benar prihatin dengan kakimu atau dengan sekolahmu?, tanyaku yang membuatnya semakin bingung.
dengan kaki rara, jawabnya.
lalu sekolahnya bagaimana, selidikku lagi.
ya sama sekolahnya juga, jawabnya.
kalau kamu khawatir dengan sekolahmu, semestinya rasa sakit di kaki ini tidak perlu menjadi hambatan.
iya, tapi kakinya sakit, dia mulai merengek lagi.
kaki sakit atau kamu malas?, aku mulai mendesak.
kakinya sakit...
kaki sakit atau kamu malas?, ulangku sekali lagi.
...
kaki sakit atau kamu malas?
iya, rara malas.

gotcha!


aku kemudian menjelaskan pada rara bahwa dia telah bersikap tidak jujur. kakinya sakit adalah fakta. tapi menjadikan itu alasan untuk tidak ke sekolah dan menutupi kemalasannya adalah sebuah kebohongan. kalau kakinya sakit, katakan sakit, maka kita akan cari solusi untuk mengatasi rasa sakit itu. dan kalau memang lagi malas ke sekolah, katakan malas, maka kita akan cari solusi untuk mengatasi rasa malas itu.

kejadian seperti ini sudah aku alami beberapa kali. pernah juga ketika aku minta dia memimpin doa tidur, dia bilang suaranya serak dan mungkin Tuhan tidak akan mengerti apa yang dia katakan dalam doanya.

haduh!

Monday, August 9, 2010

gara-gara isu harga daging ayam rp 40,000/ekor

"sekalian ambil banyak aja ayamnya, mbak," kata mbak-mbak penjual ayam langgananku. mulutnya mengkerut sembari mengayun-ayunkan goloknya. enggak mbak, di rumah saya cuma ada 4 orang. 1 ekor ayam cukuplah, jawabku. lhooo...kita ini mau demo lho. 5 hari. hari ini hari terakhir daging ayam harganya segini, dengan logat jawa tengah yang kental dia mencoba merayuku. mogok dagang, sambungnya lagi.

wah, keren nih tukang ayam berdemo. demo apa, mbak?
pengusaha-pengusaha besar itu memborong ayam. kita tidak kebagian. kalaupun kebagian jumlahnya cuma sedikit, harganyapun selangit. 40,000 ribu seekor. dia menjawab berapi-api.

wow! aku jadi tergoda mengusik pedagang ayam ini.
pengusaha besar itu siapa, mbak? tanyaku. itu lho karfur, jayen, hipermart. jarinya menunjuk-nunjuk ke beberapa arah. pasar tradisional tempatku biasa berbelanja ini memang terhimpit 3 pasar modern. sama seperti pasar tradisional lain, pasar kemiri muka ini becek. beberapa pedagang, termasuk pedagang ayam ini kerap berbuat curang. curang timbangan atau curang mengurangi potongan daging atau ikan. beberapa pedagang sayur yang notabene pemuda tanggung asal bogor, sering sekali melemparkan komentar nakal. misalnya, mami sudah lama tidak kesini, tambah cantik ajah. atau, kalau istri saya secantik teteh tidak akan saya biarkan belanja ke pasar beginian.

tapi buatku pasar tradisional selalu memukau. keriuhan seperti itu cuma ada di pasar tradisional. sayur mayur, daging, dan buah-buahan seperti berlomba mengeluarkan warna mereka. merah semerah-merahnya, hijau sehijau-hijaunya, kuning sekuning-kuningnya. seikat sawi terlihat basah dan sehat, membuat aku ingin menempelkan daun-daunnya ke pipiku dan merasakan segarnya. semua pedagang memperbolehkan kita memeriksa kualitas barang dagangannya. aku boleh mengintip insang ikan, mencium daging, memeriksa setiap buncis yang akan kubeli. pasar tradisional mempertontonkan keceriaannya sendiri.

tapi keceriaan telah rusak karena isu harga yang melonjak secara kurang ajar. mungkin hal seperti ini selalu terjadi.

mungkin dengan berdemo, pemerintah itu tahu persoalan kami pedagang ayam. kalau ayam semahal itu siapa yang mau beli. pelanggan kami pasti lari ke supermarket itu, dengan muka muram ia memasukkan belanjaanku ke dalam plastik.

miris...
pedagang ayam ini. tukang sayur yang di pojok sana. pengemis yang kakinya tertutup lumpur pasar kering. aku. kamu.
kita, anak-anak bangsa ini yang setiap hari bergulat dengan persoalan akibat pengelolaan negara yang salah. buatku kenaikan harga 1000, 2000, atau mungkin 10,000rupiah masih bisa aku tolerir. meski mengelus dada dan mengumpat satu dua kata. tapi tukang ayam itu? atau...atau...atau gelandangan itu? atau orang gila itu? bisakah mereka menanggungnya. dia...dia...mereka yang seharusnya melindungi orang-orang yang paling lemah di negara ini, apakah menjalankan fungsinya?

bapak presiden beberapa hari lalu mengatakan bahwa kenaikan harga adalah hal yang wajar, mengingat permintaan naik. aku tahu itu hukum ekonomi. tapi hanya seorang kapitalis sejati yang tega mengatakan itu. kejam! apalagi kalimat itu diucapkan pada seorang buruh dengan upah tak layak. pada seorang bayi yang menangis kelaparan. pada pedagang ayam yang menyekolahkan anaknya dari keuntungan recehan.

apakah manajemen negara ini manajemen warung? mana ekonomi kerakyatannya? kalau Bung Hatta masih hidup, dia pasti mengkritik keras bapak presiden yang satu ini.

aku merasa tinggal di negara ini seperti berada dalam balon karet berisi minyak. tidak pernah berdiri stabil. selalu terjatuh, tegrelincir, dan sulit bernafas. tangan-tangan tak berdaya panik menggapai kesana kemari, mencari jalan keluar sendiri. kadang-kadang harus menginjak orang lain, agar bisa keluar dari persoalan.

Thursday, August 5, 2010

really in love

aku dikelilingi kisah cinta yang menakjubkan.

kisah cinta sahabat-sahabatku yang senantiasa membuatku terpukau. membelalak kagum. tersenyum ikut bahagia. sedikit iri, mungkin.

aku mengenal Lastiur sejak tahun 1999. ketika kami mulai tinggal bersama, menyewa 1 rumah di kota Yogyakarta. Lastiur memulai kisah cintanya dengan Anton sejak SMP kelas 1. berarti itu sekitar 14 tahun yang lalu. awalnya mungkin hanya cinta monyet ABG. tapi ketika Lastiur memutuskan untuk kuliah di Yogyakarta, Anton menyusulnya. Hmmm...so sweet.

Lastiur dan Anton kuliah di tempat yang berbeda. entah bagaimana awalnya, anton berubah drastis. semakin jarang berkunjung ke rumah sewaan kami. sulit dihubungi. sampai suatu ketika dia datang menemui Lastiur dan mengatakan hubungan mereka tidak bisa dilanjutkan lagi. apa sebabnya, lastiur tidak tahu, bahkan sampai hari ini.

buat anton persoalan mungkin selesai sejak dia memutuskan sepihak hubungan mereka. tapi buat lastiur merupakan sebuah pukulan yang teramat berat. lastiur kehilangan jiwanya. kuliah berantakan. hari-hari diisi dengan mengenang masa lalu.

sepuluh tahun berlalu sudah. lastiur datang membawa kabar bahwa dia sudah menyelesaikan kuliahnya dan akan menikah oktober 2010 ini. seorang laki-laki dengan baik hati telah menjaganya beberapa tahun belakangan. i'm happy for her. aku pikir permasalahan yang menyesakkannya bertahun-tahun telah selesai. but i was wrong. totally wrong.

lastiur masih menyimpan tanya dalam hatinya, apa penyebab anton meninggalkan dia 10 tahun yang lalu. kalau anton memberi jawaban, kalau anton akhirnya sadar dan menginginkan bersama lastiur kembali, lastiur siap menjadikan oktober 2010 kelabu.

---

satu sahabat lagi, marline. ketika kami kuliah menjalin kisah dengan laki-laki ini. cerdas, suka menolong, serta ambisius meraih cita-citanya. narko, namanya. demi cita-cita ini pula, narko tiba-tiba menghilang. selama bertahun-tahun tidak terdengar kabarnya. meninggalkan marline tanpa kata.

kami semuapun melanjutkan hidup masing-masing. marline menyelesaikan kuliah dan sempat berhubungan dengan beberapa pria. sama seperti kepergiannya yang mendadak, narko dengan mendadak pula kembali. mengajakku bertemu seakan-akan mengatakan 'hey, guys, here i am. ready to continue our friendship'. wow!

seseorang menghilang, meninggalkan kisah cinta yang pahit, ketika dia muncul apa yang pertama kali kau tanyakan padanya? of course, where have you been? mengapa kau meninggalkan kekasihmu begitu saja?

maka kesempatan itupun aku ambil.
where have you been? work.
kenapa kau meninggalkannya? sudahlah. sudah lama itu...
tapi pasti ada alasan yang rasional kan? ada...
apa? aku dan dia benar-benar tidak bisa bersama lagi...
she'll getting married. good...
are you okay? i'm good.
she's not good. sudahlah...

pfff! man!

setelah tahun-tahun yang berat itu. marline dan narko kembali berkomunikasi. facebook dan yahoo messanger, of course. marline menanyakan pendapatku. that's good, berdamailah kalian dengan masa lalu. tapi marline masih menginginkan sebuah penjelasan. aku bilang, tidak perlu. perlu, tegasnya. baik, tanyakanlah, kataku lagi. tapi apakah adil untuk suamiku, marline meragu. ah sahabatku yang baik, tentukanlah sekarang: apakah kau akan berdamai dengannya demi sebuah penjelasan atau ada motif lain???

---
untuk apa kamu menyimpan sebuah pertanyaan dalam jangka waktu yang lama? doesn't make any sense for me...

apakah itu yang namanya truly in love? sehingga semuanya begitu berkesan. yang manis, juga yang pahit.

aku tidak pernah begitu. atau mungkin aku tidak pernah membiarkan diriku begitu. ketika seorang laki-laki meninggalkan diriku, aku tak pernah ingin tahu alasannya. untuk apa? apakah sebuah pertanyaan mampu membawa dia kembali padaku? atau apakah aku memang tidak pernah benar-benar jatuh cinta? if a guy just leave me. dalam dua tiga hari aku biasanya berguling-guling di tempat tidurku menahan rasa sakit yang teramat dalam. mataku pedas dan bengkak. aku berharap langit-langit kamarku runtuh. menimpa kepalaku. aku amnesia atau bahkan mati sekalian. but it won't happen.

hari keempat, i'll be just fine. totally honestly fine. ketika aku bertemu dengan laki-laki itu, i don't even feel the pain. hambar. datar.

so, is that mean i never really in love to that guy?

Thursday, July 22, 2010

telur merem-melek

"Nanti kita lihat apakah telurnya merem atau melek," kata temanku.

kami sedang dalam perjalanan dari kota Yogyakarta menuju dusun giri asih, kabupaten gunung kidul. kami menuju rumah seorang teman. awalnya teman itu seorang narasumber. sekitar januari 2009, kami datang ke dusun giri asih. memproduksi 2 film dokumenter tentang kehidupan warga yang harus menapaki tanah gunung kidul yang berbukit kapur untuk mendapatkan air bersih. film yang satu lagi bercerita tentang seorang remaja mengorbankan pendidikan dan cita-citanya demi merawat sang ibu yang lumpuh. nama remaja itu Murjinem.



kehidupan keras di tanah yang keras. warga di dusun giri asih tidak memiliki banyak pilihan sebagai sumber penghasilan. rata-rata mereka menanam pohon jati. meski baru bisa dipanen pada usia 3 tahun ke atas, pohon jati merupakan tabungan masyarakat giri asih. sehari-hari mereka mencari kayu bakar untuk kemudian diikat dan dijual. ah, seperti cerita dongeng saja.



kami sungguh tidak tega melihat hidup Murjinem yang tanpa sumber penghasilan yang jelas harus merawat ibu yang sakit. dari kocek masing-masing kami menyelipkan sejumlah uang ke tangan gadis manis itu. pergunakan uang ini sebaik-baiknya, kataku, kamu bisa menghubungiku kapan saja. sejak itu kami berteman. seperti punya seorang adik perempuan.



murjinem rajin berkirim kabar melalui pesan singkat. hingga suatu ketika dia mengirimkan kabar bahwa ia akan segera menikah. mengingat usianya hampir 20 tahun, sebenarnya aku tidak terlalu terkejut. tapi aku memang pernah menyarankan dia untuk tidak cepat-cepat menikah. ibunya masih sangat membutuhkannya. menikah hanya akan membuat perhatiannya terbagi. menurutku.

sembari menunaikan tugas, kamipun bisa menghadiri pernikahan murjinem. alasan murjinem menikah klasik sebenarnya, tapi tetap saja hati terasa miris mendengarnya. murjinem termasuk anak yang manis. untuk ukuran anak desa, kulitnya lumayan bersih. paling tidak ada 10 pemuda sudah melamarnya. beranggapan tidak baik gadis yang sudah dilamar banyak pemuda tidak segera menikah. selama ini murjinem menahan diri untuk tidak menikah dengan alasan ingin fokus merawat ibunya. tapi pada pemuda ke-10 idealismenya hilang entah kemana. "mungkin ini yang namanya jodoh, mbak. mudah-mudahan ini yang terbaik untuk saya,"katanya. ya, semua orang hanya bisa mendoakan.



tapi aku masih miris. "apa dia anak orang kaya?," tanyaku. mungkin ekonomi yang lebih baik bisa menjadi alasan yang masuk akal. tapi ternyata pemuda itu kondisi ekonominya sama saja dengan murjinem. malah untuk pernikahan ini murjinem menjual 2 batang pohon jatinya seharga rp 1,500,000 sepohonnya. terus kamu menikah untuk apa? murjinem hanya tersenyum. kepolosan membuat dia tidak mau repot-repot memikirkan hidup yang memang sudah rumit. jalani saja.

mendekati rumah murjinem, temanku berkata: nanti kita lihat telurnya merem atau melek.

masyarakat jawa ternyata sangat awam menyuguhkan telur sebagai salah satu menu pada hajatan. bagaimana tingkat ekonomi si empunya hajat bisa ditebak dari kondisi telur yang disuguhkan. kalau kondisi ekonominya baik, maka tuan hajat akan menyuguhkan telur merem alias telur utuh. jika kondisi ekonomi tidak baik, maka para tamu akan disuguhkan telur melek alias telur separuh.



kami menemukan telur melek di pesta itu. ah, mur...

mungkin aku yang melihat hidup kelewat rumit. tapi aku akan selalu berharap yang terbaik untukmu. ingatlah, menjadi seorang istri tidak akan menghalangimu menjadi anak yang berbakti pada orangtua. semoga berbahagia...