Wednesday, May 18, 2011

Jangan Buru-buru Komentari Status Saya

'Think before posting'. Begitu status seorang teman di facebook hari ini. Teman ini jarang sekali memperbaharui statusnya. Maka gatallah jempol-jempol saya mengomentari statusnya. Mungkin lagi ada malaikat bijak nangkring di kepala saya, saya lalu berpikir, kalau 'think before posting' adalah hal yang baik, bukankah sebaiknya saya juga 'think before commenting'.

Saya jarang sekali berpikir sebelum mengomentari status seorang teman di posting. Saya memang pilih-pilih. Hanya teman-teman dekat saja yang saya komentari. Itupun kebanyakan bercanda saja. Selebihnya ucapan selamat, bela sungkawa, apa kabar, dan isu-isu pengabaian negara terhadap rakyatnya. Bukannya saya sombong, tapi saya memang tidak cukup percaya diri untuk berpikir bahwa si teman menganggap komentar saya penting.

Berpikir sebelum menerbitkan status, memang jarang sekali saya lakukan. Merunut status-status di facebook beberapa waktu ke belakang, saya memang terkesan sebagai si tukang keluh. Saya paling banyak berkeluh soal PT. KAI, pemerintah, dan negara.

Selain sebagai tukang keluh kelas master, saya adalah juga si penghayal. Saya punya banyak potongan cerita tentang hubungan antar manusia. Suami yang ragu menceraikan istrinya. Majikan yang jatuh cinta pada pekerja. Ibu warung yang bermusuhan dengan tukang sayur. Seorang anak dengan sahabatnya. Perempuan paruh baya dan boneka manekim. Guru yang diomeli orangtua murid. Remaja yang senang meniti rel kereta. Potongan-potongan cerita itu beberapa kali saya rangkai ke dalam kalimat-kalimat dan saya publikasikan sebagai status di ranah sosial dunia maya. Mungkin kalimatnya bombastis. Kasar. Terlebih, saya lebih sering menghayalkan bagian klimaks ceritanya saja. Tanpa pengantar atau perkenalan tokoh. Kadang mengindikasikan perselingkuhan. Mengundang perhatian karena mengingat saya masih istri seseorang.

Status-status yang saya buat tanpa berpikir itu, yang kalimatnya kasar itu, tanpa saya sadari ternyata menyinggung perasaan orang lain. Ternyata memicu label jelek pada diri saya. Saya pikir adalah wajar, wong saya juga tidak berpikir membuatnya. Maka dampaknya juga minus dari pikiran saya.

Tapi saya berusaha mencari hal baik dari situasi buruk ini. Kontroversi yang saya munculkan itu, mengundang komentar dari teman-teman yang sebelumnya tidak peduli pada saya di dunia maya. Saya merasa senang. Ternyata dia masih menilik-nilik nama saya, meski intervensinya dalam bentuk kritik, canda, atau makian.

Suatu ketika pada sebuah toko buku seorang teman menunjukkan pada saya sebuah buku berjudul 'cemburu itu peluru'. Saya belum membaca buku itu, karena pada teman yang satu ini saya doyan membuktikan padanya bahwa saya bisa memilih sendiri buku yang baik untuk saya. Kata teman saya itu, buku itu berisi cerpen yang berawal dari status di twitter. Lalu cerita berkembang dengan merangkai komentar-komentar ataupun khayalan-khayalan. Saya bilang padanya, yang saya lakukan mirip cerpen itu. Saya beberapa kali menulis potongan cerita tak selesai sebagai status di facebook saya. Saya dapat beberapa komentar. Ada yang menanggapinya dengan candaan, bahkan ada yang tersinggung dan memaki.

"Makanya kalau melihat status orang di facebook atau ranah sosial maya, jangan buru-buru kasih komentar miring. Belum tentu status itu ungkapan perasaannya dia," kata teman saya itu. Ya saya sepakat, think before commenting.

Sejak itu saya berhati-hati berkomentar terhadap status seseorang. Pun semakin berhati-hati menerbitkan status saya. Tapi kalau sudah terlanjur bagaimana. "Ah, facebook aja dipikirin," kata adik saya.

Sunday, January 9, 2011

uniquely Rara

sungguh aku tidak ingin kehilangan masa kecil rara. sungguh aku menyesal banyak kelucuan, kesedihan, kemajuan yang dilakukan rara tanpa saya menyaksikannya langsung. aku ingin mencatatnya. mungkin tidak runut, tapi aku ingin selalu mengenang masa kecilnya.

sampai sekarang rara masih memperkaya kosakatanya. ketika dia masih sangat kecil, rara berada tahap pengayaan perbendaharaan kata. dia selalu bertanya 'ini/itu apa". semakin dia besar, pengayaan kosakata lebih kepada pemaknaan "ini/itu artinya apa".

ketika kecil, sampai usia 3 tahun banyak sekali kata-kata yang tidak benar penyebutannya.
koping = kuping
taya = kaya (seperti)
kasus 'taya' ini agak unik. bagi rara 'taya' dimaksudkan 'kaya/seperti'. maka pada kata 'kaya-orang kaya' dia tetap menyebutnya 'kaya'.
pertamimina = pertamina
cami = celana dalam
blabla = laba-laba
sedap = sirup
p.a.n.t.e.n.e = sampo
ketika mandi dengan bangga dia bilang dia bisa membaca. kemudian dia mengeja sampo yang ada di tangannya. p a n t e n e, katanya. lalu dibaca, tanyaku. SAMPO, jawabnya bangga.

rara (umur 7 tahun)
rara : apa bedanya, bu, pernikahan dan perkawinan?
aku : tidak ada bedanya, sayang. cuma penggunaan kata'pernikahan' lebih halus.
rara : ada bu bedanya.
aku : oya? apa bedanya?
rara : pernikahan itu di kota, di gedung-gedung. sedangkan perkawinan itu di desa pakai tenda.
aku : *hah?*

kami pindah ke kota depok ketika usia rara 2 tahun. kami membawanya ke gereja santo herkulanus, gereja terdekat dari rumah yang melayani berkat anak di akhir misa. ketika itu rara minta berjalan sendiri ke altar gereja. aku menolak karena anak-anak banyak sekali dan aku khawatir aku tidak bisa mengawasi dari jauh. tapi, rara ngotot. akupun mengalah. pada awalnya aku masih bisa melihat dia diantara barisan anak-anak dan orangtua yang membawa bayi. sampai barisan berakhir, aku tidak melihat rara sama sekali. oh, Tuhan, anakku hilang. aku celingak celinguk melihat ke arah altar dari pintu masuk gereja. dia tidak ada. dengan rasa panik mencekam aku mengitari gereja. di belakang gereja ternyata ada pintu kecil ke sebuah kampung. aku bertanya pada orang-orang di sana apakah mereka melihat rara. oh, Tuhan jangan biarkan rara kecilku diambil orang. tapi mereka sama sekali tidak melihat rara. aku kemudian mengitari parkiran mobil. setiap kolong mobil aku tengok. dia tidak ada di sana. cabut saja nyawaku, ya Tuhan, kalau sampai dia hilang. sambil menahan air mata aku kembali ke dalam gereja. aku bertanya pada orang-orang yang berdiri di pintu gereja. mereka bilang tidak melihat rara sama sekali. sampai seorang bapak bertanya, "ini bu anaknya?". oh, aku sangat terberkati, anakku tidak hilang. segera aku ambil rara dari gendongan bapak itu. seluruh pakaian rara beraroma parfum bapak itu. setelah mengatakan terimakasih, aku bawa lari rara keluar gereja. tangisku pecah. ibu kenapa nangis, tanyanya. ibu pikir kamu hilang, kataku. rara langsung menghapus airmataku, lalu memelukku.

ini bukanlah kasus pertama rara menghilang. dia baru saja bisa jalan, usianya 14 bulan. ketika itu kuis siapa berani baru saja dimulai. rara bermain di teras rumah. helmy yahya memberikan pertanyaan pertama. sambil menjawab pertanyaan itu aku berlalu menuju teras, hendak menanyakan apakah rara mau kue. ya Tuhan, anakku sudah tidak ada. aku melongok ke parit. aku mengelilingi rumah. dia tidak ada. di dekat rumah ada jembatan, aku melongok ke kolongnya dan diapun tidak ada. aku merasa dingin dan ingin menghilang saja dari bumi ini. tubuhku terasa ringan, sampai seorang tetangga berteriak memanggilku. hey! hey! cari apa, teriaknya. cari rara, bu, kataku lemah. di sini, di rumah saya, katanya. oh, anakku lagi di rumah tetangga dengan krupuk di tangannya. ketika rara bermain di teras, tetangga itu lewat di depan rumah. saya pikir kasihan anaknya bermain sendirian di teras, saya bawa saja ke rumah saya. biar tahu rasa ibunya, kata si tetangga. *hah?!!? gubrak*

tertawa bersama PT KAI

tanggal 1 oktober 2010 kemarin, PT. Kereta Api Indonesia berniat menaikkan tarif kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek. kebijakan yang menurut saya tidak bijak ini kemudian ditunda pelaksanaannya tanpa kejelasan kapan pastinya dilaksanakan.

akhir desember 2010, PT KAI menarik dan meniadakan beberapa perjalanan KRL Jabodetabek dengan alasan perbaikan, peremajaan, atau apalah pada gerbong-gerbong kereta yang usianya bahkan lebih tua dari saya. mereka membutuhkan waktu sekitar 1 bulan untuk program ini. saya sepakat dengan program ini. tapi yang menggelikan adalah bagaimana program ini dilaksanakan tanpa strategi sama sekali. meniadakan 1 perjalanan saja sudah membuat penumpang menumpuk dan berdesak-desakan di gerbong bak ikan pepes. bayangkan saja, penumpang 3 rangkaian kereta dijejalkan ke dalam 1 rangkaian kereta. benar-benar tidak manusiawi.

mengapa orang-orang di PT. KAI itu tidak berpikir atau berstrategi, bagaimana caranya program perawatan berlangsung tanpa mengabaikan penumpang. penumpang tidak diberi pilihan. penumpang harus sepakat dengan perawatan dengan konsekuensi terpekosa hak-hak konsumennya dalam gerbong-gerobong yang sekarat. lagipula, dengan gaya pelayanan PT. KAI yang kacau selama ini, siapa yang bisa menjamin rangkaian gerbong yang katanya 'diperbaiki' dan 'dirawat' itu akan kembali melintasi rel-rel Jabodetabek.

awal tahun 2011 PT. KAI kembali mendagel dengan merealisasikan kenaikan tarif per sabtu, 8 januari 2011.

maka saya tertawa. sekali lagi tertawa melihat tingkah PT. KAI yang menaikkan tarif ditengah-tengah program 'perawatan'. saya tidak ingin berpikiran buruk. tapi saya tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikiran buruk. program 'perawatan' hanyalah sebuah kegiatan pencitraan PT. KAI. setelah dianggap peduli karena memperbaiki kondisi gerbong, maka tarifpun dinaikkan. setelah penumpang memaklumi kenaikan tarif, maka gerbong-gerbong yang 'dirawat' itupun tidak pernah kembali. siapa yang mengelus dada untuk kesekian kalinya kalau bukan penumpang?

sabtu itu saya membayar tiket sesuai dengan tarif yang baru. saya tidak menolak tarif yang baru, tapi sambil memandang pintu kereta yang tidak bisa ditutup, jendela yang tidak berkaca, lantai yang terkelupas, dan dinding bercorat-coret, saya berpikir apa yang pantas dari kenaikan tarif ini. jawabannya, tidak ada.

saya penumpang yang setia. saya selalu beli tiket, anak saya sejak berusia 3 tahun juga selalu mempunyai tiket sendiri. saya tidak membuang sampah sembarangan di stasiun ataupun di gerbong kereta. saya menaati semua peraturan, maka wajar kan saya menuntut apa yang pantas buat penumpang.

usia tarif yang baru ternyata hanya 24 jam saja. pemerintah lewat hatta rajasa membatalkan kenaikan dengan pertimbangan menjaga daya beli masyarakat.

sepertinya PT KAI cemberut dengan pembatalan ini. menurut mereka Rp 2,000 untuk perjalanan Bogor-Jakarta adalah nominal yang sungguh keterlaluan. saya sepakat ini. tapi menilik kondisi layanan, maka dengan mulut bulat saya akan katakan: yooo pantaslah!

direktur utama PT KAI igansius johan sepakat ada standar pelayanan minimum (SPM). tapi dasar tipikal jajaran departemen pemerintah yang malas mikir dan tak berniat melayani, dia berkilah SPM dapat terpenuhi jika masyarakat memenuhi tarif yang mereka ajukan. sementara penumpang menginginkan pembuktian. buktikan dulu layanan yang baik, lalu mari kita sepakati tarif yang baru.

seperti pertanyaan tua: mana yang lebih dulu, ayam atau telur?
menggelikan sekali. lembaga sebesar PT. KAI dengan sejumlah lembaga yang menaungi dan dinaunginya, memaksa masyarakat-yang selama ini mensupport mereka dengan pajak untuk membayar lebih besar untuk kekonyolan mereka.

mama saya bertanya, penumpang pasti bingung ya dengan situasi KRL Jabodetabek sekarang ini. hahahaha. saya tidak bingung. saya sudah lama berhenti bingung. sekarang, PT KAI seperti panggung dagelan buat saya. saya hanya menunggu lelucon mreka yang membuat saya tertawa. mentertawakan kekonyolan mereka yang selalu mengeluarkan kebijakan yang tak bijak.

Tuesday, December 21, 2010

kemenangan ini milik kita

ringan seperti bunga ilalang yang terbang bebas menuju langit.

itulah yang aku rasakan ketika tim Program Dokumenter REFLEKSI disebut sebagai penerima Anugerah Adiwarta Sampoerna 2010 kategori Liputan Dokumenter Televisi Lokal dengan judul liputan dokumenter "Demi Goresan Kapur".

sebenarnya, REFLEKSI mengikut sertakan 2 film dokumenter. film yang satunya berjudul "biarkan kami memilih". keduanya terpilih menjadi finalis.

bangga.

terharu.

sesaat semua tekanan dan ketidakpuasan menguap bersama tepuk tangan meriah.

siapa aku? siapa kami?

aku bergabung dengan Program Dokumenter REFLEKSI terbilang sangat baru. sejak 2008. sampai sekarang aku masih tergagap-gagap mengerjakan setiap project. rasa cemas yang bikin perutku bergejolak sering menghadang setiap kali memulai sebuah riset. lakukan keputusan yang bijak dalam waktu yang singkat, begitu selalu produser kami katakan. ah, masih banyak yang harus aku pelajari, alami, dan rasakan.

tapi ada beberapa hal yang membuatku lega dan percaya diri. ada kameramen dan editor yang selalu punya ide-ide cemerlang. begitu kooperatif. senang rasanya aku bisa menerawang isi kepalanya yang seperti gulungan pita film. lega rasanya kita bisa berargumentasi dan terbuka terhadap ide masing-masing. ada produser yang dengan hati lapang dan bijak selalu membesarkan hati setiap kali putus asa meradang. seperti seorang kakak yang selalu menghargai ide yang paling gila sekalipun. ada lagi teman-teman yang selalu menceriakan lantai enam dengan candaan mereka. membuat semua tekanan menjadi sesuatu yang lucu yang pantas kita tertawakan.

kemenangan ini adalah buah. buah dari usaha kita untuk belajar tanpa henti. sekian film dokumenter dan fiksi telah ditonton. setumpuk buku telah terbaca. sekian banyak energi telah habis hanya untuk berdebat dan mengutuk keadaan. kita jatuh dan marah. lalu bangkit lagi. lalu hancur lagi. tapi semangat untuk menjadi pemenang, paling tidak atas rasa putus asa ini, selalu ada.

kemenangan ini bukan absolut milik tim REFLEKSI. ada peran narasumber di sana. orang-orang biasa yang melakukan hal-hal luar biasa. mereka membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk kita. mereka merunut sejarah hidupnya untuk kita catat. mereka membagi energi, cita-cita, dan harapan mereka pada kita. mereka mempercayakan semua itu untuk kita bawa ke lantai enam. lalu kita tinggal meramunya menjadi sebuah tayangan yang bernuansa cinta kasih.

ketika sebuah produksi mendapat penghargaan, dinilai sebagai yang terbaik, maka si empunya cerita adalah pemilik penghargaan itu juga.

aku berharap kemenangan ini menjadi sebuah momen yang kita miliki bersama. momen yang membuat kita memiliki sebuah acuan baru dalam memproduksi sebuah tayangan televisi. momen yang akan selalu mengingatkan bahwa kita memiliki kesempatan yang sama. kecewa, bosan, dan putus asa adalah hal yang biasa dan wajar. tapi kita tidak pernah sendiri kan? we're on a team! kita punya teman-teman yang tangan mereka menggenggam erat hati kita, yang bersama mereka kita bisa menjadi yang terbaik.

Monday, December 6, 2010

lebih dari sekedar membicarakan orang lain

gosip.

aku mungkin orang yang tidak terlalu memberi perhatian pada kegiatan ini. mungkin ada orang yang melakukannya pada aku. dan aku mungkin melakukannya sesekali. bagi banyak orang, bergosip seringkali dianggap hanya kegiatan yang wajar-wajar saja. membicarakan orang-orang yang kita kenal.

tapi aku baru saja menyadari bahwa gosip bisa menjadi sangat berbahaya dan menimbulkan rasa tidak nyaman. meski kegiatan bergosip itu pada awalnya dilakukan dengan maksud baik, lalu diikuti dengan aksi dengan tujuan yang baik juga. namun, tetap saja tidak nyaman buat si objek gosip.

semuanya berawal dari pesta ulang tahun dadakan yang dilakukan keluarga Bunga (bukan nama sebenarnya) untuk Rara. keesokan harinya Bunga meminta maaf karena ulang tahun Rara digunakan sebagai momen untuk menghibur eyang kakung Rara. Bunga juga mengirimkan foto-foto.

Bunga dan anggota keluarga yang lain merasa perlu mengadakan pesta ulang tahun itu agar eyang kakung Rara yang sedang bergulat dengan kanker senang dan bersemangat kembali. Bunga dan keluarganya melihat eyang kakung Rara berjuang sendiri dengan penyakitnya. sementara istrinya-eyang putri kerap mengeluarkan kalimat-kalimat yang mematahkan semangat. eyang kakung mengeluhkan eyang putri yang tidak pernah mengerti bagaimana memasak makanan yang cocok dengan seleranya. kurang garam. terlalu matang. terlalu asin. eyang kakung beralasan makanan yang tidak sesuai dengan seleranyalah yang membuat dia malas makan. sekarang dia sangat kurus dan penuh kesedihan.

intinya menurut bunga dan keluarganya, eyang putri rara tidak perhatian dan kurang sabar merawat eyang kakung yang sekarat.

aku merasa geli. geli luar biasa.

pertama, aku jadi tahu bahwa bunga dan keluarganya kerap membicarakan keluarga kami.

kedua, eyang kakung dan eyang putri hanyalah salah satu subjek. subjek lainnya bisa jadi aku, suamiku, anakku, mungkin orangtuaku juga. who knows?

ketiga, setelah bergosip mereka bereaksi. menurutku, aksinya baik. sangat baik malah. tapi alasannya salah. sangat salah.

orang mungkin berpikir, untuk apa sih aku meributkan latar belakangnya? kenapa tidak melihat output-nya saja? aku sudah mengucapkan terimakasih pada Bunga. tapi alasan mereka membuat aku tidak nyaman.

untuk menghentikan gosip mereka agar tidak melebar kemana-mana, aku menjelaskan kepada bunga situasi yang sebenarnya. sebenarnya aku tidak terlalu sepakat dengan kegiatan "penjelasan" ini, tapi aku berharap mereka mengubah pandangan mereka mengenai keluarga kami. terutama mengenai hubungan eyang kakung dan eyang putri.

aku kemudian menjaga jarak dengan keluarga Bunga. oleh eyang kakung dan eyang putri Rara, keluarga mereka dianggap seperti keluarga sendiri. tapi kenyataannya tidak seperti itu. keluarga Bunga seperti penusuk dari belakang, stabber. dari sini aku belajar untuk berhati-hati dengan omonganku mengenai orang lain. agar orang lain tidak terluka karena omonganku.

dan menjadi sadar pula aku, betapa kegiatan gosip ini membuat orang lain cemas dan tidak nyaman. kegiatan yang tadinya hanya membicarakan orang-orang yang kita kenal bisa berubah menjadi penghakiman dan penilaian yang tidak adil.

Monday, September 27, 2010

pelajaran dari opung panjang

delapan bulan lagi...

itu kata dokter tentang berapa lama lagi usia bapak mertuaku.

tiga kali kemoterapi lagi...

itu kata paranormal yang didatangi adik iparku di sebuah kawasan di bantul, yogyakarta.

hari ini, lusa, tahun depan, besok. apa bedanya?

kematian adalah teman terdekat manusia. siapa diantara kita yang bisa mengelak darinya. hari ini mungkin dia, besok pasti mereka, 5 menit lagi mungkin saya.

***

mei 2005, opung panjangku meninggal dunia. kepergiannya membuat kami satu keluarga besar merunut kembali rentang hidupnya selama 82 tahun. juga kematiannya yang begitu sempurna dan memberikan pelajaran tentang kematian.

opung panjang selalu menulis catatan harian. diary. sejak kapan, bapakku sendiri tidak pernah tahu. sepertinya sejak beliau pensiun. opung panjang bekerja sebagai mandor perkebunan. dari jaman belanda hingga beberapa tahun sebelum kematiannya, ia bekerja dari perkebunan ke perkebunan. paling lama di perkebunan karet. jadi, beliau sebenarnya tidak pernah benar-benar pensiun. secara ketenaga kerjaan dia memang pensiun, tapi pihak perkebunan bolak-balik meminta bantuannya. tempatnyapun berpindah-pindah. seingatku dia pernah bekerja di kisaran, parapat, tebing tinggi, rantu prapat, dan tempat-tempat lain yang namanya hanya sekali aku dengar.

jadilah, catatan-catatan harian opung berceceran di banyak tempat itu. tapi ada satu buku catatan harian yang cukup keramat yang selalu beliau bawa kemana saja. buku catatan harian yang di dalamnya memuat banyak peristiwa di bulan agustus 1980. iya, perjalanan hidup opung panjang memang begitu mengkultuskan hari kelahiran abangku. kelahiran cucu laki-laki pertama dari anak laki-laki pertama. buku catatan harian yang satu ini sekarang disimpan baik-baik oleh bapakku.

opung panjang selalu memulai catatan hariannya dengan doa. bersyukur karena Tuhan menambahkan satu hari dalam hidupnya. pada hari minggu dia akan menyarikan kotbah pendeta. setiap perjalanan ke pekerjaan yang baru juga tercatat di situ. hari ini dia membangun rumah siapa. besok dia membuka lahan dimana. beberapa pernikahan juga dia catat. terutama pernikahan-pernikahan yang kerja adatnya dibantu oleh beliau. yang paling menarik adalah opung panjang juga mencatat kematian. kematian kerabat, teman, tetangga. semua kematian yang dia dengar atau upacaranya beliau hadiri.

pada catatannya opung akan menggambar sebuah salib. di samping salib itu dia akan menulis nama orang yang meninggal, tanggal lahir, dan tanggal kematiannya. sekali waktu aku pernah bertanya padanya: opung, kenapa opung mencatat kematian banyak orang. beliau menjawab, ini untuk mengingatkanku, bahwa suatu saat nanti adalah giliranku.

opung pendek, istri opung panjang, telah lebih dulu meninggal dunia pada tahun 1993. waktu itu opung panjang mungkin berusia 70 tahun. sejak itulah opung panjang semakin sering berbicara tentang kematiannya. setiap kali dikunjungi, kepada cucu-cucu beliau berkata: doakan biar opung cepat mati ya. setiap kali itu juga aku kesal setengah mati.

suatu kali ia tinggal cukup lama di rumah kami di medan. dia berkutat di depan televisi dan memasang lagu-lagu rohani. semuanya berbahasa batak. beliau kemudian memanggilku dan menunjukkan sebuah keping lagu berbahasa batak. judulnya: nunga loja au Tuhan.

Nunga loja au o Tuhan di si ulubalang ari.
Naeng tumibu au pajumpang rap dohot Ho di surgo i
Nunga bot mata ni ari, lam jonok nang ajalhi
Nunga loja au o Tuhan rade ma baen ingananki.

(Aku sudah lelah, ya Tuhan, di hari yang panas terik
Aku ingin cepat bertemu denganMu di sorga
Hari sudah gelap tanda ajalku sudah dekat
Aku sudah lelah ya Tuhan, sediakanlah tempat kediamanku)

Nang pe naung hudai hubolus hamoraon, hagabeon
songon ombun na mamolus sude do tinggal ambolong
Aha na tarboan ahu lobi sian uloshi?
Nunga loja au o Tuhan rade ma baen ingananki.

(Walaupun sudah kualami kulewati kekayaan dan kesuburan
seperti embun yang berlalu semua hilang lenyap
Apakah yang bisa kubawa selain dari ulos-ku?
Aku sudah lelah, ya Tuhan, sediakanlah tempat kediamanku)

Lam rambon simalolongku gok nang uban di ulungku
reung nang holi-holingku gale sude pamatangki.
Ndang be sai huparsinta leleng ari-aringki
Nunga loja au o Tuhan, rade ma baen ingananku.

(Mataku semakin kabur kepalaku penuh uban
Tulang-tulangku kering dan seluruh tubuhku lemah.
Tidak lagi kudamba agar lama hari-hari kehidupanku.
Aku sudah lelah, ya Tuhan, sediakanlah tempat kediamanku)

*dicopy dari blog Pdt Daniel T.A. Harahap

nyanyikanlah lagu ini nanti waktu opung meninggal ya, kata opung panjang. tentu saja aku menolak, ah si opung ini ada-ada saja. aku tidak mau berlatih menyanyi untuk hal yang tidak aku sukai.

opung menghela nafas, katanya: janganlah kau marah setiap kali aku bicara mengenai meninggalku. aku ini sudah tua. opung pendekmupun sudah lama meninggalkan aku. apalagi yang aku inginkan di dunia ini. sudah capek aku. pokoknya kau nyanyikan saja lagu ini nanti.
memangnya kapan opung meninggal, tanyaku menantang.
ya entah kapan, jawabnya.
mungkin aku yang lebih dulu meninggal, kataku.
mungkin. bisa saja. tapi aku tahu aku dulu yang lebih dulu, begitu jawab opung.

kalau aku tidak salah ingat, peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2000-2001. aku tidak pernah mempelajari lagu itu sampai opung meninggal tahun 2005. lagu itu membuat hatiku perih luar biasa. sebuah janji yang tidak pernah aku tepati sekaligus tidak pernah hilang dari ingatanku.

april 2005 opung panjang berulang tahun yang ke-82. waktu itu dia bilang ke anak-anaknya. sepertinya aku hidup hanya dalam 2 minggu atau 12 hari lagi. ternyata, opung meninggal 12 hari kemudian.

kami tidak terkejut. sedih, iya. betapapun dia sudah membicarakan soal kematiannya dari belasan tahun sebelumnya, tetap saja hati ini terasa sakit. opung panjang berbicara tentang kematian sedari dia hidup. melalui percakapan sehari-hari, melalui catatan harian, melalui peluk ciumnya pada cucu-cucunya, melalui sebuah lagu, melalui apa saja.

aku belajar sesuatu dari kematian opung panjang. buat beliau kematian bukanlah hal yang menakutkan. kematian adalah hal yang wajar, sewajar catatan hariannya. kematian adalah hal yang tidak bisa kita hindari, seberapapun banyaknya pekerjaan yang belum terselesaikan. kematian adalah sebuah keberuntungan karena kita berjumpa Tuhan.

***

ada teman yang bilang, wajar opungku siap dengan kematiannya. wong dia berumur 82 tahun. kata orang-orang umur manusia hanya 70 tahun, kalau lewat maka manusia itu mendapat bonus. masalahnya adalah, berapa banyak orang yang memanfaatkan bonus itu? berapa orang merasa siap dengan kematiannya, bahkan di usia 82 tahun sekalipun? berapa orang yang merasa dia terlalu muda untuk menghadap Tuhan di usia 35 tahun? tidak semua orang siap. mungkin aku juga tidak siap. tapi kita manusia, yang pada kita melekat kematian bahkan sejak kita lahir. kita bilang dunia ini fana, semu, lantas apa yang kita harapkan di dunia ini. kita bilang kita orang yang percaya Tuhan, mengapa kita takut dengan kematian sebagai satu-satunya cara kita berada di pangkuan Tuhan.

sewaktu melahirkan, aku pernah meminta kematianku pada Tuhan. ketika itu aku merasa tidak sanggup lagi menanggung sakitnya. tapi Tuhan kasih aku bonus. aku boleh melihat wajah-Nya setiap hari melalui anak yang aku lahirkan. sejak itu aku tidak pernah lagi memintanya. biar Tuhan dan alam yang mengaturnya.



rara minta sepeda lipat

aku seperti mendapat teror dari seorang anak yang bahwa belum lagi berumur tujuh tahun.

begitu dia merasa sangat yakin bahwa dia berulang tahun setiap tanggal 29 november, rong-ronganpun dimulai. kalender diturunkan dari tempatnya. bolak-balik memastikan tanggal keramat itu akan datang dalam berapa hari.

itu hari senin, bu, katanya. aku tujuh tahun.

kamu anak tujuh tahun yang baik, bukan? tanyaku.

iya, jawabnya mantap. aku mau sepeda lipat, bu..

...hadoh...

seperti mantra, dia mengulang-ulang keinginannya setiap kali ada kesempatan. jadilah aku si ibu yang selalu mendelik setiap kali dia mengingatkan keinginannya. untuk apa sih sebuah sepeda lipat? rumah kami sudah terlalu sempit untuk dijejali satu sepeda lagi.




tapi siapa yang tega menghancurkan mimpi seorang anak? apalagi dia anak satu-satunya. anak yang karena dia semua usaha bermula dan didedikasikan. rara sudah menunjukkan usahanya menjadi anak yang baik, bisa diandalkan, dan disiplin. sepeda lipat sepertinya masih pantas sebagai sebuah hadiah.

sabar ya, nak, pasti ibu belikan. kebahagiaanmulah yang akan melapangkan rumah kita.