Sunday, January 9, 2011

uniquely Rara

sungguh aku tidak ingin kehilangan masa kecil rara. sungguh aku menyesal banyak kelucuan, kesedihan, kemajuan yang dilakukan rara tanpa saya menyaksikannya langsung. aku ingin mencatatnya. mungkin tidak runut, tapi aku ingin selalu mengenang masa kecilnya.

sampai sekarang rara masih memperkaya kosakatanya. ketika dia masih sangat kecil, rara berada tahap pengayaan perbendaharaan kata. dia selalu bertanya 'ini/itu apa". semakin dia besar, pengayaan kosakata lebih kepada pemaknaan "ini/itu artinya apa".

ketika kecil, sampai usia 3 tahun banyak sekali kata-kata yang tidak benar penyebutannya.
koping = kuping
taya = kaya (seperti)
kasus 'taya' ini agak unik. bagi rara 'taya' dimaksudkan 'kaya/seperti'. maka pada kata 'kaya-orang kaya' dia tetap menyebutnya 'kaya'.
pertamimina = pertamina
cami = celana dalam
blabla = laba-laba
sedap = sirup
p.a.n.t.e.n.e = sampo
ketika mandi dengan bangga dia bilang dia bisa membaca. kemudian dia mengeja sampo yang ada di tangannya. p a n t e n e, katanya. lalu dibaca, tanyaku. SAMPO, jawabnya bangga.

rara (umur 7 tahun)
rara : apa bedanya, bu, pernikahan dan perkawinan?
aku : tidak ada bedanya, sayang. cuma penggunaan kata'pernikahan' lebih halus.
rara : ada bu bedanya.
aku : oya? apa bedanya?
rara : pernikahan itu di kota, di gedung-gedung. sedangkan perkawinan itu di desa pakai tenda.
aku : *hah?*

kami pindah ke kota depok ketika usia rara 2 tahun. kami membawanya ke gereja santo herkulanus, gereja terdekat dari rumah yang melayani berkat anak di akhir misa. ketika itu rara minta berjalan sendiri ke altar gereja. aku menolak karena anak-anak banyak sekali dan aku khawatir aku tidak bisa mengawasi dari jauh. tapi, rara ngotot. akupun mengalah. pada awalnya aku masih bisa melihat dia diantara barisan anak-anak dan orangtua yang membawa bayi. sampai barisan berakhir, aku tidak melihat rara sama sekali. oh, Tuhan, anakku hilang. aku celingak celinguk melihat ke arah altar dari pintu masuk gereja. dia tidak ada. dengan rasa panik mencekam aku mengitari gereja. di belakang gereja ternyata ada pintu kecil ke sebuah kampung. aku bertanya pada orang-orang di sana apakah mereka melihat rara. oh, Tuhan jangan biarkan rara kecilku diambil orang. tapi mereka sama sekali tidak melihat rara. aku kemudian mengitari parkiran mobil. setiap kolong mobil aku tengok. dia tidak ada di sana. cabut saja nyawaku, ya Tuhan, kalau sampai dia hilang. sambil menahan air mata aku kembali ke dalam gereja. aku bertanya pada orang-orang yang berdiri di pintu gereja. mereka bilang tidak melihat rara sama sekali. sampai seorang bapak bertanya, "ini bu anaknya?". oh, aku sangat terberkati, anakku tidak hilang. segera aku ambil rara dari gendongan bapak itu. seluruh pakaian rara beraroma parfum bapak itu. setelah mengatakan terimakasih, aku bawa lari rara keluar gereja. tangisku pecah. ibu kenapa nangis, tanyanya. ibu pikir kamu hilang, kataku. rara langsung menghapus airmataku, lalu memelukku.

ini bukanlah kasus pertama rara menghilang. dia baru saja bisa jalan, usianya 14 bulan. ketika itu kuis siapa berani baru saja dimulai. rara bermain di teras rumah. helmy yahya memberikan pertanyaan pertama. sambil menjawab pertanyaan itu aku berlalu menuju teras, hendak menanyakan apakah rara mau kue. ya Tuhan, anakku sudah tidak ada. aku melongok ke parit. aku mengelilingi rumah. dia tidak ada. di dekat rumah ada jembatan, aku melongok ke kolongnya dan diapun tidak ada. aku merasa dingin dan ingin menghilang saja dari bumi ini. tubuhku terasa ringan, sampai seorang tetangga berteriak memanggilku. hey! hey! cari apa, teriaknya. cari rara, bu, kataku lemah. di sini, di rumah saya, katanya. oh, anakku lagi di rumah tetangga dengan krupuk di tangannya. ketika rara bermain di teras, tetangga itu lewat di depan rumah. saya pikir kasihan anaknya bermain sendirian di teras, saya bawa saja ke rumah saya. biar tahu rasa ibunya, kata si tetangga. *hah?!!? gubrak*

No comments:

Post a Comment